Kamis, 30 Oktober 2014

#Pinternet: Internet Addiction

  



               Sekitar 11% orang yang terhubung dengan internet menjadi kompulsif atau  kecanduan.22 Tidak mengherankan jika kecanduan internet telah menjadi  masalah tingkah laku yang serius dan dianggap sebagai salah satu masalah  kejiwaan. Di Amerika Serikat, bahkan ada lembaga bernama ReSTART yang berlokasi di dekat markas besar Microsoft di Redmond yang dijadikan pusat pemulihan kecanduan internet dengan biaya $ 14.000 atau setara  dengan 135 juta rupiah per orang. Biaya itu adalah untuk 45 hari menginap  dan mengikuti keseluruhan progam.23 Oleh Cornelius Plantinga, Jr., kecanduan didefinisikan sebagai  kelekatan yang kompleks, progresif, berbahaya, dan sering juga melumpuhkan terhadap zat psikoaktif (alkohol, heroin, zat adiktif lainnya) atau perilaku (seks, kerja, judi) yang dengannya individu secara kompulsif mencari perubahan perasaan. Akhir-akhir ini daftar mengenai kecanduan juga semakin bertambah panjang, mencakup kecanduan cinta dan roman, belanja, agama, olah raga, video games, uang, dan pergi ke bioskop.24 Definisi ini memberi indikasi bahwa kecanduan terhadap berbagai hal memiliki kemiripan gejala, hanya berbeda dalam hal objek kecanduan. Karena itu, pola kecanduan internet nampak mirip dengan gejala kecanduan pada zat psikoaktif, misalnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kecanduan internet merupakan pola kecanduan yang sudah dikenal sejak lama dengan objek yang lebih modern.

               Secara khusus, sejumlah gejala pola perilaku telah dicantumkan oleh Kimberley Young, seorang peneliti tentang kecanduan internet, untuk menentukan apakah seseorang sudah digolongkan sebagai pecandu. Simtom itu adalah sebagai berikut:
  1. Pikiran pecandu internet terus-menerus tertuju pada aktivitas berinternet dan sulit untuk dibelokkan ke arah lain
  2. Adanya kecenderungan penggunaan waktu berinternet yang terus bertambah demi meraih tingkat kepuasan yang sama dengan yang pernah dirasakan sebelumnya
  3. yang bersangkutan secara berulang gagal untuk mengontrol atau menghentikan penggunaan internet 
  4. Adanya perasaan tidak nyaman, murung, atau cepat tersinggung ketika yang bersangkutan berusaha menghentikan penggunaan internet 
  5. Adanya kecenderungan untuk tetap on-line melebihi dari waktu yang ditargetkan 
  6. Penggunaan internet itu telah membawa risiko hilangnya relasi yang berarti, pekerjaan, kesempatan studi, dan karier 
  7. Penggunaan internet menyebabkan pengguna membohongi keluarga, terapis, dan orang lain untuk menyembunyikan keterlibatannya yang berlebihan dengan internet 
  8. Internet digunakan untuk melarikan diri dari masalah atau untuk meredakan perasaan-perasaan negatif seperti rasa bersalah, kecemasan, depresi, dan sebagainya
               Seorang pengguna sudah dapat digolongkan sebagai pecandu internet bila ia memenuhi sedikitnya lima dari delapan kriteria yang disebutkan Young ini. Dari gambaran yang diajukan oleh Young ini, nampak bahwa kecanduan pada internet memberi dampak kerusakan pada tiga fungsi utama kepribadian, yakni fungsi pengendalian perasaan, fungsi akademis dan pekerjaan, dan fungsi relasi. Dengan kata lain, kecanduan internet berpotensi melumpuhkan kepribadian individu. Bila perkiraan 11% pengguna adalah pecandu internet merupakan perkiraan yang cukup akurat, dapat dibayangkan bagaimana hebatnya dampak kerusakan yang terjadi pada lingkup nasional bila pengguna internet di Indonesia telah melebihi 25 juta orang.


               Kecanduan diklasifikasikan menurut intensitas penggunaannya. Pratarelli dkk. (1999) membagi penggunaan internet ke dalam empat model:

  • Model pertama adalah gangguan perilaku berupa penggunaan internet secara berlebihan,yang biasa disebut kecanduan internet.
  • Model kedua adalah penggunaan internet secara fungsional, produktif, dan bermakna.
  • Model ketiga adalah penggunaan internet untuk mendapat kepuasan seksual dan atau mendapat keuntungan sosial. Pada model ketiga ini biasanya orang yang pemalu atau introvert menggunakan internet untuk bersosialisasi atau mengekspresikan fantasinya.
  • Model yang terakhir adalah individu yang tidak atau hanya sedikit tertarik pada internet.

               Kategorisasi yang dikembangkan oleh Young (1999) didasarkan atas jenis aktivitas yang dilakukan para pengguna internet. Kategorisasi yang searah dengan Young (1996) ini justru semakin berkembang. Young membagi kecanduaninternet  ke dalam lima kategori, yaitu: 

  1. Cybersexual addiction, yaitu seseorang yang melakukan penelusuran dalam situs‐situs porno atau cybersex secara kompulsif .
  2. Cyber‐relationship addiction, yaitu seseorang yang hanyut dalam pertemanan melalui dunia cyber.
  3. Net compulsion, yaitu seseorang yang terobsesi pada situs‐situs perdagangan (cyber shopping atau day trading) atau perjudian (cyber casino).
  4. Information overload, yaitu seseorang yang menelusuri situs‐situs informasi secara kompulsif. 
  5. Computer addiction, yaitu seseorangyang terobsesi pada permainan‐permainan online (online games)



               Dengan berkembangnya teknologi yang kian maju, dan merasuknya internet pada lapisan masyarakat, berkembang pula situs-situs jejaring sosial di kalangan masyarakat luas. Situs-situs tersebut kini sudah sangat menjamur di semua kalangan masyarakat. Mulai dari anak kecil, remaja hingga dewasa menggunakan fasilitas ini untuk berhubungan dengan teman ataupun mengenal teman baru, yang terkadang sulit untuk bertemu secara langsung. Namun penggunaan situs jejaring sosial ini juga mempunyai dampak yang baik dan buruk terhadap perkembangan psikologis pada anak tersebut.
Dampak positifnya berkat situs jejaring sosial ini kita jadi lebih mudah berinteraksi dengan pengguna-pengguna lain yang memanfaatkan situs jejaring sosial ini untuk memperluas pergaulan. Pengguna dapat berhubungan dengan teman dan keluarga, dapat bertemu dan berhubungan dengan teman lama, berkenalan dengan teman dari sahabat, serta berkenalan dengan orang yang belum pernah dikenal sebelumnya. Selain itu, pengguna situs ini memiliki Hubungan Antara Kemampuan Sosialisasi dengan Kecanduan Jejaring Sosial kesempatan untuk berkomunikasi dan berbagi pengalaman, hobi, dan minat dengan orang-orang dengan latar belakang, budaya dan negara yang berbeda, bisa juga dijadikan media promosi bisnis atau sebagainya. Keunggulan dan kemudahan itulah yang membuat banyak individu hampir tiap hari menggunakan internet untuk membuka jejaring sosial.
               Dibalik atsmosfer positifnya ternyata tidak dapat dipungkiri bahwa jejaring sosial menyimpan pula sisi negatifnya adalah kita banyak kehilangan waktu yang bermanfaat, Kebingungan antara Dunia maya dengan Dunia Nyata, Meniru kekerasan dalam game online, kegagalan akademik, menolak untuk melakukan hal yang lain, mengikuti gaya-gaya yang didapatkannya, stress jika tidak ada internet dan efek stress yang dibawa itu menimbulkan penyakit ini yaitu aktivitas otak dan tekanan darah meningkat karena terisolir dari internet. Selain itu yang tidak kalah mengejutkan yaitu dampak biologis itu sendiri yaitu mengubah alur kerja gen, menghambat respons sistem imun, tingkat hormon, dan fungsi arteri serta memengaruhi kondisi mental. Akhirnya, hal tersebut dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan seperti kanker, stroke, penyakit jantung, dan dementia (semacam gangguan jiwa).

Penutup

               Kebutuhan akan koneksi internet seolah tidak lagi terhindarkan saat ini. Dunia kerja dan pendidikan memanfaatkan internet untuk mengoptimalkan kinerja mereka. Namun, dunia internet memiliki daya tarik sekaligus godaan yang besar sehingga sebagian pengguna internet menjadi pecandu internet. Berhadapan dengan pecandu, penolong dituntut untuk memperlihatkan sikap penerimaan terhadap pribadi mereka, namun sekaligus juga sikap tegas terhadap pergumulan yang sedang mereka hadapi. Selain itu, penanganan terhadap pecandu harus diupayakan secara multidimensional dan terpadu. Bila pecandu telah dapat melepaskan diri dari kecanduannya, mereka tetap perlu waspada agar tidak terlibat kembali dalam kebiasaan lamanya. Persoalan mantan pecandu internet akan semakin kompleks bila ia harus menggunakan internet untuk pekerjaan atau studinya. Karena itu, penanganan mantan pecandu internet pun perlu terus dilakukan dengan tekun dan berkesinambungan. 

Sumber:

Elia, Helman. (2009). Kecanduan Berinternet Dan Prinsip-Prinsip Untuk Menolong Pecandu Internet.
Soetjipto, Helly P. Pengujian Validitas Konstruk Kriteria Kecanduan Internet. Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Nurmandia, Heny, Denok Wigati, Luluk Masluchah. Hubungan Antara Kemampuan Sosialisasi Dengan Kecanduan Jejaring Sosial. Fakultas Psikologi Universitas Darul ‘Ulum Jombang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar