Kamis, 24 April 2014

Artikel: perkembangbiakan aseksual, partenogenesis

Partenogenesis = virgin birth, merupakan salah satu pola reproduksi yang tidak melibatkan sperma.
Sebelumnya, partenogenesis disebutkan sebagai bagian dari pola reproduksi aseksual dan juga kadang dikelompokkan sebagai pola reproduksi tanpa melalui fertilisasi. Disebut aseksual karena tidak melibatkan aktifitas seks dalam kategori "mounting". Secara populer, kegiatan seks selalu dikaitkan dengan mounting. Disebut tanpa fertilisasi karena istilah umum fertilisasi mengacu pada masuknya sperma ke dalam dalam telur yang kemudian dilanjutkan dengan penggabungan material inti.
Sebagian besar partenogenesis terjadi pada tanaman dan pada kelompok avertebrata, sedangkan  pada vertebrata ditemukan hanya pada beberapa spesies saja, yaitu sekitar 70 spesies yang telah dilaporkan.
1. Ditemukan adanya sperma masuk ke dalam ovum, tetapi tidak dilanjutkanya dengan penyatuan material inti (rekombinasi). Zigot yang dihasilkan bisa haploid dan bisa diploid. Dalam hal diploid, masuknya sperma ke dalam ovum hanya digunakan untuk merangsang proses duplikasi material inti yang ada di ovum. [note: dalam kondisi normal, masuknya sperma ke dalam ovum akan merangsang terjadinya meiosis kedua]
2. Oogenesis  terjadi melalui mekanisme mitosis [note: dalam kondisi normal: gametogenesis terjadi melalui mekanisme meiosis]
3. Sel-sel hasil oogenesis (meiosis) bergabung kembali. Tipe partenogenesis ini dilaporkan terjadi pada komodo.
Penemuan parthenogenesis pada komodo terjadi di Kebun Binatang di Inggris. Di KB tsb, hewan komodo jantan ditempatkan secara terpisah dari betina karena sifat agresif dari si jantan. Ternyata di kandang betina ditemukan adanya beberapa telur yang bisa menetas dan menghasilkan bayi komodo, dan beberapa telur yang gagal menetas menyisakan embrio yang mati. Awalnya diduga pola reproduksinya mirip pada tokek dan sebagian kura-kura, yaitu si betina punya kemampuan menympan sperma dalam waktu lama di saluran reproduksinya. Inilah kelebihan para kurator di negara maju. Mereka menyimpan embrio yang mati dengan teknik penyimpanan yang baik. Akibatnya, embrio-embrio yang mati dalam cangkang masih bisa dipelajri. Dari pengamatan kromosom terhadap embrio yang mati ditemukan adanya kromosom diploid yang hanya disumbang oleh kromosom betina. Artinya, munculnya bayi komodo bukan disebabkan oleh sperma melainkan oleh mekanisme artenogenesis.

Dalam dunia peternakan, jika kedua gamet bersaudara melakukan fertilisasi maka akan memberikan peluang imbreeding. Benarkah demikian pada satwa liar? Pengamatan lanjutan yang dilakukan di sekitar pulau-pulau habitat komodo ternyata ditemukan pola kolonisasi suatu pulau oleh seekor betina (entah kapan), dan ternyata pada saat ini anggota populasi ternyata tidak menunjukkan adanya inbreeding. Imbreeding dalam dunia ternak bisa terjadi karena proses seleksi telah banyak membuang gen (atau adanya genetic loss akibat tekanan seleksi oleh manusia). 
Mari kita ingat Hk Mendel tentang hukum segregasi kromosom dan gamet-gamet berpadu secara bebas. Dalam proses meiosis, gen-gen bisa bersegregasi secara bebas ke gamet. Dalam hal komodo yang mempunyai tipe multiovulasi (bandingkan dengan manusia yang uni-ovulasi) maka akan terbentuk banyak gamet betina yang kandungan material genetiknya sangat beragam. Jika ovum normal dan benda kutub (ovum kecil, tidak normal) saling bergabung maka kejadiannya mirip dengan proses fertilisasi ovum oleh sperma.