I.
Terapi Analisis Transaksional
1.
Konsep
Terapi Analisis Transaksional
a. Konsep
Dasar Pandangan Tentang
Sikap
Manusia
Analisis
Transaksional berakar dalam suatu filsafat anti deterministik yang memandang
bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang sudah ditentukan. Analisis
Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami
keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan
kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne
dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih
dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya.
Kata
transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam
komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi, yang dipertukarkan adalah pesan
pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis transaksional sebenarnya bertujuan
untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di
dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan).
b. Perwakilan
Ego
Dalam
diri setiap manusia, seperti dikutip Collins (1983), memiliki tiga status ego.
Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orang tua (Parent= P. exteropsychic);
sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan ego anak (Child = C,
arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa,
anak-anak, maupun orangtua). Analisis
transaksional menggunakan suatu sistem terapi yang berlandaskan pada teori kepribadian yang
menggunakan pola perwakilan ego yang terpisah;
orang tua, orang dewasa, dan anak. Menurut Corey (1988), bahwa ego orang tua
adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau
subtitusi orang tua. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita, maka apa
yang dibayangkan adalah perasaan-perasaan orang tua kita dalam suatu situasi,
atau kita merasa dan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang sama dengan
perasaaan dan tindakan orang tua kita terhadap diri kita. Ego orang tua berisi
perintah-perintah “harus” dan “semestinya”. Orang tua dalam diri kita bisa
“orang tua pelindung” atau “orang
tua pengkritik”.
Ego
orang dewasa adalah pengolah data dan informasi, merupakan bagian objektif dari
kepribadian, juga menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang
sedang terjadi. Dia tidak emosional dan meghakimi, tetapi menangani fakta-fakta
dan kenyataan ekternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa
menghasilkan pemecahan yang paling baik untuk masalah-masalah tertentu.
Selanjutnya,
ego anak berisi perasaan-perasaan, dorongan dan tindakan yang bersifat spontan,
“anak” yang berada dalam diri kita bisa berupa “anak alamiah,” adalah anak yang
impulsif, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. Dia adalah bagian dari ego anak
yang intuitif. Ada juga berupa “anak disesuiakan,” yaitu merupakan modifikasi-modifikasi
yang dihasilkan oleh pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan, dan
ketepatan-ketepatan tentang bagaimana caranya memperoleh perhatian.
c. Skenario
Kehidupan dan Posisi Psikologi Dasar
Skenario
kehidupan adalah ajaran orang tua yang kita pelajari dan keputusan awal yang
dibuat oleh kita sebagai anak, selanjutnya dipahami oleh kita sebagai orang
dewasa. Kita menerima pesan-pesan dengan demikian kita belajar dan menetapkan
tentang bagaimana kita pada usia dini. Pesan verbal dan non verbal orang tua,
mengkomunikasikan bagaimana mereka melihat dan bagimana merasakan diri kita.
Kita membuat keputusan yang memberikan andil pada pembentukan perasaaan sebagai
pemenang (perasaan “OK”) atau perasaan sebagai orang yang kalah (perasaan
“tidak OK”).
Hubungannya
dengan konsep skenario, pesan-pesan dan perintah orang tua dan keputusan kita.
Dalam hal ini, konsep analisis
transaksional memiliki empat posisi dasar yaitu:
1) Pertama,
Saya OK—Kamu OK
2) Kedua,
Saya OK—Kamu Tidak OK
3) Ketiga,
Saya Tidak OK—Kamu OK
4) Keempat,
Saya Tidak OK—Kamu Tidak OK.
Masing-masing
dari posisi itu berlandaskan pada keputusan yang dibuat seseorang sebagai hasil
dari pengalaman masa kecil. Bila, keputusan yang telah diambil, maka umumnya
dia akan bertahan pada keputusannya itu, kecuali bila ada intevensi (konselor
atau kejadian tertentu) yang mengubahnya. Posisi yang sehat adalah posisi
dengan perasaan sebagai pemenang atau posisi Saya OK—Kamu OK. Dalam posisi
tersebut dua orang merasa seperti pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung
yang terbuka. Saya OK—kamu tidak OK, adalah posisi orang yang memproyeksikan
masalah-masalahnya
kepada orang lain dan biasanya melimpahkan kesalahan pada orang lain, ciri pada
posisi ini menunjukan sikap arogan, menjauhkan seseorang dari orang lain dan
mempertahankan seseorang dari teralinasi. Saya Tidak OK—Kamu OK , adalah posisi
orang yang mangalami depresi, merasa tidak kuasa dibanding dengan orang lain
dan cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain
daripada keinginan diri sendiri.
Saya Tidak OK—Kamu Tidak OK, adalah posisi orang yang memupus semua harapan,
bersikap pesimis, dan memandang hidup sebagai sesutau yang hampa.
d. Kebutuhan
Manusia
Akan
Belaian
Pada
dasarnya setiap manusia memerlukan belaian dari orang lain, baik itu yang
berlainan dalam bentuk fisik maupun emosional. Analisis transaksional memungut
pandangan tentang motivasi manusia bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar berkaitan
langsung dengan tingkah laku sehari-hari yang dapat diamati. Sejumlah kebutuhan
dasar mencakup haus akan belainan, haus akan struktur, haus akan kesenangan dan
haus akan pengakuan. Teori analisis
transaksional menekankan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk
mengadakan hubungan yang bisa dicapai dalam bentuknya yang terbaik melalui
keakraban. Hubungan yg akrab berlandaskan penerimaan posisi saya OK kamu OK di
kedua belah pihak. Hubungan yg akrab lazimnya bertumpu pada penerimaan cinta di
mana sikap defensif
menjadi tidak perlu. Memberi dan menerima adalah ungkapan kenikmatan yang
spontan alih-alih respons terhadap upacara-upacara yang diprogram secara
social. Keakraban adalah hbungan yang bebas dari permainan karena
tujuan-tujuannya tidak tersembunyi (Harris, 1967).
Jadi
salah satu cara teori analisis
transaksional menjabarkan tingkah laku manusia adalah dalam
kerangka penyusunan waktu yang melibatkan berbagai cara meperoleh belaian dari
orang lain. Cara-cara itu berada pada suatu kontinum dari pengakuan-pengakuan
yg diperoleh seseorang dari orang lain melalui upacara-upacara dan
permainan-permainan, terhadap belaian-belaian yang diperoleh melalui suatu
hubungan pribadi yg bermakna dan akrab.
e. Permainan-permainan
yang
Kita
Mainkan
Para
pendukung analisis transaksional mendorong orang-orang untuk mengenali dan
memahami perwakilan-perwakilan egonya. Alasannya adalah dengan mengakui ketiga
perwakilan ego itu, orang-orang bisa membebaskan diri dari putusan- putusan
anak yang telah usang dari pesan-pesan orang tua yg irrasional yang menyulitkan
kehidupan mereka. Analisis transaksional
mengajari orang bagian mana yang sebaiknya digunakan untuk membuat
putusan-putusan yang penting bagi kehidupannya. Disamping itu, para tokoh analisis transaksional
mengungkapkan
bahwa orang-orang bisa memahami dialog internalnya antara orang tua dan anak.
Mereka juga bisa mendengar dan memahami hubungan mereka dengan orang lain.
Mereka bisa sadar akan kapan mereka terus terang dan kapan mereka berbohong
kepada orang lain. Dengan menggunakan prinsip-prinsip analisis transaksional, orang-orang
bisa sadar akan jenis belaian yang diperolehnya., dan mereka bisa mengubah
respons-respons belaian dari negatif ke positif.
Analisis transaksional
memandang
permainan-permainan sebagai penukaran belaian-belaian yang mengakibatkan
berlarutnya-larutnya perasaan-perasaan tidak enak. Permainan-permainan boleh
jadi memperlihatkan keakraban. Akan tetapi, orang-orang yang terlibat dalam
transaksi-transaksi memainkan permainan menciptakan jarak di antara mereka
sendiri dengan mengimpersonalkan pasangannya. Transaksi itu setidaknya
melibatkan dua orang yang memainkan permainan. Transaksi permainan akan batal
jika salah seorang menjadi sadar bahwa dirinya berada dalam permainan dan
kemudian memutusakan untuk tidak lagi memainkannya.
Segitiga
drama Karpman bisa digunakan untuk membantu orang-orang untuk memahami
permainan-permainan. Pada segitiga terdapat seorang penuntut, seorang
penyelamat, dan seorang korban.
2. Tujuan
Terapi Analisis Transaksional
Terapi analisis transaksional sebenarnya bertujuan
untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di
dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan). Berne menegaskan bahwa tujuan bukanlah
mendapatkan suatu wawasan, melainkan penyembuhan. Beberapa terapis menyamakan
penyembuhan dengan penyelesaian kontrak perawatan antara klien dan terapis.
Namun Berne sendiri tidak melihat penyembuhan sebagai peristiwa tunggal, namun
progresif yang berlangsung dalam empat tahap, yaitu:
·
Kontrol sosial
Pada tahap ini klien
mungkin masih merasakan ketidaknyamanan dan kesulitan sehingga ia datang ke
terapis, namun ia telah bisa mengendalikan perilaku disfungsional dalam
interaksinya dengan orang lain.
·
Penyembuhan gejala
Pada tahap ini klien bisa mengalami
kelegaan ketidaknyamanan subjektif seperti kecemasan, depresi atau kebingungan.
·
Penyembuhan transferensi
Pada tahap ini klien sudah mulai bisa
meninggalkan proses terapi, namun masih terkait dengan terapisnya.
·
Penyembuhan naskah
Pada tahap ini klien dinilai sudah berubah
secara substansial dan permanen dan tak lagi mengandalkan pola-pola terapi dan
masuk ke dalam pikiran, perasaan, dan perilaku.
Eric Berne juga mengajukan gagasan bahwa tujuan
perubahan pribadi adalah otonomi. Maksudnya, diharapkan dengan terapi ini klien
menjadi mandiri, dapat mengimplikasikan kemampuan untuk memecahkan problem dengan
menggunakan sumber daya diri sendiri secara utuh untuk berpikir, merasakan, dan
berperilaku dalam merespons realitas yang ada. Komponen-komponen otonomi adalah
sebagai berikut;
·
Kesadaran artinya kemampuan untuk
mengalami berbagai hal
·
Spontanitas artinya kemampuan untuk
hidup dengan bebas, berdasarkan pilihan keadaan ego.
·
Kedekatan dengan orang lain, dalam
pandangan analisis transaksional
artinya
ekspresi terbuka terkait keinginan, perasaan, dan kebutuhan tanpa berpura-pura
atau memanipulasi.
Menurut
Corey, tujuan dasar dari analisis transaksional adalah membantu klien dalam
membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah
hidupnya. Sasaranya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan
dirinya dalam memilih telah dibatsai oleh putusan dini mengenai posisi
hidupnya.
Menurut Lutfi Fauzan, tujuan terapi
analisis transaksional dapat dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.
1.
Tujuan umum terapi analisis
transaksional, ialah membantu individu mencapai otonomi. Individu dikatakan
mencapai otonomi bilamana ia memliki Kesadaran, Spontanitas, Keakraban.
2.
Tujuan khusus terapi analisis
transaksional, yaitu sebagai berikut;
·
Terapis membantu klien membebankan
Status Ego Dewasanya dari kontaminasi dan pengaruh negatif Status Ego Anak dan
Status Ego Orang tua.
·
Terapis membantu klien menetapkan
kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan terlepas dari perintah-perintah orang
tua.
·
Terapis membantu klien untuk menggunakan
semua status egonya secara tepat.
·
Terapis membantu klien untuk mengubah
keputusan-keputusan yang mengarah pada posisi kehidupan “orang kalah”.
3. Fungsi Terapi Analisis Transaksional
Menurut Lutfi Fauzan (1994:70) Peran konselor adalah
sebagai guru, pelatih dan penyelamat dengan terlibat secara penuh dengan konseli.
Konselor berperan sebagai guru yang menjelaskan teknik-teknik seperti analisis
struktural, analisis transaksional, naskah hidup, dan analisis game.
Di dalam analisis transaksional konselor berperan
sebagai : membantu klien menemukan kemampuan diri untuk berubah dengan membuat
keputusan saat sekarang., membantu klien memperoleh alat yang digunakan untuk
mencapai perubahan, mendorong dan mengajar klien mendasarkan diri pada SED-nya
sendiri dari pada SED konselor, menciptakan lingkungan yang memungkinkan klien
dapat membuat keputusan-keputusan baru dalam hidupnya dan keluar dari rencana
kehidupan yang menghambat perkembangannya.
4.
Teknik Terapi Analisis Transaksional
a.
Analisis
Struktural
Analisis
structural adalah alat yang bisa membantu klien agar menjadi sadar atas isi dan
fungsi Ego Orang Tua, Ego Orang Dewasa dan Ego Anaknya. Klien belajar mengenali
ketiga perwakilan ego-nya dan menemukan perwakilan ego yang menjadi landasan
tingkah lakunya. Analisis structural membantu klien dalam mengubah pola-pola
yang dirasa menghambat. Dua tipe masalah yang berkaitan dengan struktur
kepribadian bisa diselidiki melalui analisis structural: pencemaran dan
penyisihan. Pencemaran terjadi apabila isi perwakilan ego yang satu bercampur
dengan isi perwakilan ego yang lainnya. Penyisihan terdapat ketika ego yang
satu tersisih dan merintangi ego yang lainnya – yakni apabila garis-garis batas
ego yang kaku tidak memungkinkan gerakan bebas.
b.
Metode-metode
Didaktik
Analisis
Transaksional menekankan domain kognitif,
prosedur-prosedur belajar mengajar menjadi prosedur-prosedur dasar bagi
Analisis Transaksional. Para anggota kelompok-kelompok Transaksional diharapkan
mengenal analisis structural dengan mengetahui landasan-landasan perwakilan
ego. Seringkali dianjurkan beberapa buku, mengikuti konferensi-konferensi dan
pendidikan-pendidikan yang berkaitan dengan Analisis Transaksional.
c.
Analisis
Transaksional
Analisis
transaksional pada dasarnya adalah suatu penjabaran atas apa yang dilakukan dan
dikatakan oleh orang-orang terhadap satu sama lain. Apapun yang terjadi di
antara orang-orang melibatkan suatu transaksi di antara perwakilan-perwakilan
ego mereka. Ada tiga tipe transaksi: komplementer (seseorang memperoleh respon
yang diperkirakan diberikan perwakilan ego orang lain), menyilang (respon yang
diterima tidak diharapkan diberikan pada suatu pesan), dan terselubung (
transaksi yang kompleks, lebih dari satu perwakilan ego terlibat serta adanya
pesan terrselubung pada orang lain).
d.
Kursi Kosong
Klien
diminta untuk membayangkan bahwa seseorang sedang duduk di sebuah kursi dan
sedang berdialog. Prosedur ini member kesempatan pada klien untuk menyatakan
pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan sikap-sikapnya selama dia menjalankan
peran-peran perwakilan-perwakilan ego-nya. Teknik kursi kosong dapat digunakan
oleh orang-orang yang mengalami konflik-konflik internal yang hebat guna
memperoleh fokus yang lebih tajam dan pegangan yang kongkret bagi upaya
pemecahan.
e.
Permainan Peran
Dalam
terapi kelompok, seseorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan
ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya, dan ia berbicara kepada
anggota tersebut. Bentuk permainan lainnya adalah permainan menonjolkan
gaya-gaya yang khas dari perwakilan ego yang konstan, atau permainan tertentu
lainnya agar memungkinkan klien memperoleh umpan balik tentang tingkah laku
sekarang dalam kelompok.
f.
Percontohan
Keluarga
Klien
diminta untuk membayangkan suatu adegan yang melibatkan banyak orang dalam
kenangan masa lalu termasuk diri klien. Klien menjadi sutradara, produser,
sekaligus aktor, menempatkan anggota kelompok dan dirinya pada situasi yang
dibayangkan. Diskusi, tindakan dan evaluasi dilakukan untuk mempertajam
kesadaran pada suatu situasi yang spesifik dan makna-makna pribadi yang masih
berlaku.
g.
Analisis
Upacara, Hiburan, dan Permainan
Penyusunan
waktu adalah bahan yang penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena ia
merefleksikan putusan-putusan tentang bagaimana menjalani transaksi dengan
orang lain dan memperoleh belaian. Orang yang menyusun waktunya terutama dengan
upacara-upacara dan hiburan-hiburan boleh jadi mengalami kekurangan belaian dan
karenanya dia kekurangan keakraban dalam transaksinya dengan orang lain.
h.
Analisis Permainan
dan Ketegangan
Analisis
permainan-permainan dan ketegangan-ketegangan adalah suatu aspek yang
penting bagi pemahaman sifat
transaksi-transaksi dengan orang lain. Hasil dari kebanyakan permaian adalah
perasaan tidak enak yang dalami oleh pemain. Penting bagi terapis untuk
mengamati dan memahami mengapa permainan-permainan yang dimainkan, apa hasil
permainan-permainan itu, belaian-belaian apa yang diterima, dan bagaimana
permainan-permainan itu membuat jarak dan menghambat keakraban. Belajar untuk
memahami ‘penipuan’ oleh seseorang dan bagaiman kaitan penipuan itu dengan
permainan-permainan, putusan-putusan dan skenario-skenario kehidupan adalah
suatu proses yang penting dalam terapi Analisis Transaksional.
i.
Analisis
Skenario
Analisis
scenario adalah bagian dari proses terapi yang memungkinkan pola hidup yang
diikuti oleh individu bisa dikenali. Analisis scenario membuka
alternative-alternatif baru yang menjadikan orang bisa memilih sehingga dia
tidak lagi merasa dipaksa memainkan permainan-permainan mengumpulkan
perasaan-perasaan untuk membenarkan tindakan tertentu yang dilaksanakan menurut
plot scenario. Analisis scenario bisa dilaksanakan dengan menggunakan suatu
daftar scenario yang berisi item-item yang berkaitan dengan posisi-posisi
hidup, penipuan-penipuan, permainan-permainan – yang semuanya merupakan
komponen-komponen fungsional utama pada scenario kehidupan individu.
Menurut Corey secara
umum teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam terapi analisis
transaksional, yaitu:
a.
Permission
(pemberian kesempatan), dalam proses terapi, pemberian kesempatan ini diberikan
kepada kilen agar dapat;
·
menggunakan
waktunya secara efektif tanpa melakukan ritual pengunduran diri
·
mengalami semua
status ego yang biasanya dilakukan dengan mendorong klin menggunakan kemampuan
Status Ego Dewasa untuk menikmati kehidupan
·
tidak memainkan
permainan dengan cara tidak membiarkan klien memainkannya.
b.
Protection
(proteksi), klien mungkin akan merasa ketakutan setelah ia menerima kesempatan
untuk menghentikan perintah-perintah orang tua dan menggunakan Status Ego
Dewasa dan Status Ego Anak.
c.
Potency
(potensi), maksudnya seorang terapis tahu apa yang akan dilakukan dan kapan
melakukannya. Oleh karena itu kemampuan terapis terletak pada keahliannya,
sehingga keterampilan tersebut efektif secara optimal.
Menurut Berne ada
beberapa teknik khusus yang dapat dipakai dalam proses terapi, yaitu :
interogasi, spesifikasi, konfrontasi, eksplanasi, illustrasi, konfirmasi,
interprestasi, kristalisasi.
II.
Terapi Rasional Emotif
1.
Konsep Terapi Rasional Emotif
Terapi rasional emotif
yang diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Albert Ellis yang lahir pada tanggal 27
september 1913 di Pittsburgh, Pennysylvania, yang kemudian dibesarkan di new
york. Ia menjadi pengarang dengan status bebas, dan banyak menulis buku maupuna
rtikel, terutama mengenai seksualitas, disamping pernah pula sebagai manager
personalia. Ia juga bekerja sebagai psikolog klinis di new jersey state
diagnostic center, setahun kemudian dia menggabungkan diri dengan new jersey departement
of institutions and angencies di trenton. Bersamaan dengan jabatannya, sejak tahun
1943 mengkhusukan diri pada psikoterapi dan konseling perkawinan. Ellis
termasuk ke dalam tokoh yang mepelopori seks terapi. Ia juga seorang psikoanalisis,
dia mendapati bahwa teori psikoanalasis yang dipelopori oleh Freud tidak mendalam
dan satu bentuk pemulihan yang tidaks aintifik. Pada awal tahun 1955, beliau telah
menggabungkan terapi-terapi kemanusiaan, fisolofikal dan tingkah laku dan dikenali
sebagai teoriemosi-rasional (RET/ Rational Emotive Therapy). Semenjak itu beliau
terkenal sebagai bapak kepada teori RET dan salah satu tokoh teori tingkah laku
kognitif.
Terapi
rasional emotif menurut Ellis mendasarkan pada konsep bahwa berpikir dan berperasaan
saling berkaitan, namun dalam pendekatannya lebih menitik beratkan pada pikiran daripada ekpresi emosi seseorang terapi
ini menekankan bahwa manusia adalah manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk
berpikir rasional dan irasional. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk
memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan
orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga
memiliki kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan, takhayul, intoleransi,
perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi
diri. Terapi ini memberikan bantuan kepada klien untuk menantang dan memperbaiki
keyakinan-keyakinan irasional yang dianggap menimbulkan kesulitan-kesulitan emosional
dan behavioral. Untuk memahami lebih lanjut pada terapi rasional emotif terapi
dikenal 2 konsep utama yang mendasari yaitu:
a.
Teori
kepribadian
Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci
teori Albert Ellis: ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu
Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilarini
yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
1) Antecedent event
(A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa
pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain.
Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon
karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
2) Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi
diriindividu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu
keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional
(irrasional belief atauiB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau
system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi produktif.
Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau system berpikir seseorang
yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
3)
Emotional
consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu
dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent
event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan
oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun
yang iB.
b. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam
perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah,
didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang
irrasional. Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah:
1)
Tidak dapat dibuktikan
2)
Menimbulkan perasaan
tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
3)
Menghalangi
individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab
individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
1) Individu tidak
berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyataan dan
imajinasi.
2) Individu
tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain.
3) Orang tua atau
masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada
individu melalui berbagai media.
Indikator sebab keyakinan irasional adalah:
§ Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima
dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.
§ Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik,
merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum.
§ Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai
malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus
dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.
§ Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup
tertentu daripada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya.
§ Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan
eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan
penderitaan emosional tersebut.
§ Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat
terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada
saat sekarang.
§ Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan
untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural.
Nilai diri sebagai manusia
dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu
dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu
Keyakinan irrasional tersebut merupakan reaksi emosional
pada individu. Dalam pandangan Ellis, keyakinan yang rasional berakibat pada perilaku
dan reaksi individu yang tepat, sedangkan keyakinan irrasional berakibat pada reaksi
emosional dan perilaku yang salah.
2.
Tujuan Terapi Rasional Emotif
Berangkat dari pandangannya
tentang hakikat manusia tujuan konseling menurut Ellis pada dasarnya membentuk pribadi
yang rasional, dengan jalan mengganti cara-cara berpikir irrasional. Dalam pandangan
Ellis, cara berpikir irrasional itulah yang menjadi individu mengalami gangguan
emosional dan karena itu cara-cara berpikirnya harus diubah menjadi yang lebih tepat
yaitu cara berpikir yang rasional. Mengemukakan secara tegas pengertian tersebut
mencakup minimal pandangan yang mengalahkan diri (self-defeating) dan mencapai kehidupan
yang lebih realistik, falsafah hidup yang toleran, termasuk didalamnya dapat mencapai
keadaan yang dapat mengarahkan diri, menghargai diri, fleksibel, berpikir ilmiah,
dan menerima diri. Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu maka perlu pemahaman
konseli tentang sistem keyakinan atau cara berpikir sendiri. Ada tiga tingkatan
insight yang perlu dicapai dalam RET, yaitu:
a.
Pemahaman (insight)
dicapai ketika konseli memahami tentang perilaku penolakan diri yang
dihubungkan pada penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya
tentang peristiwa-peristiwa yang diterima yang lalu dan saat ini.
b.
Pemahaman terjadi
ketika konselor/terapis membantu konseli untuk memahami bahwa apa yang
mengganggu konseli pada saat ini adalah karena keyakinan yang irrasional terus dipelajari
dan yang diperoleh sebelumnya.
c.
Pemahaman yang
dicapai pada saat konselor membantu konseli untuk mencapai pemahaman ketiga,
yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi
dan “melawan” keyakinan yang irrasional.
3.
Peran dan Fungsi Terapis atau Konselor Terapi Rasional Emotif
Peran terapis atau
konselor Rational Emotive Theraphy adalah
untuk mengetahui sebab-sebab yang melatar belakangi permasalahan klien. Terapis
atau konselor meneliti latar belakang permasalahan klien melaui serangkaian
wawancara dan informasi dari sejumlah sumber data.
Terapis atau konselor
disini fungsinya adalah sebagai fasilitator, pembimbing, dan pendamping klien.
Dalam perannya membantu klien mengatasi masalah-masalah yang sedang
dihadapinya, sehingga klien dapat secara sadar dan mandiri mengembangkan atau
meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya.
4.
Teknik Terapi
Rasional Emotif
Rational
Emotive Behavior Therapy menggunakan berbagi teknik yang
bersifat kognitif, afektif, behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.
Teknik-teknik Rational Emotive Behavior Therapy sebagai berikut:
a.
Teknik-Teknik Kognitif
Adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir
klien. Dewa Ketut menerangkan ada empat tahap dalam teknik-teknik kognitif:
1)
Tahap
Pengajaran
Dalam REBT, konselor mengambil peranan lebih aktif
dari pelajar. Tahap ini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicara
serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidak
logikaan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien
tersebut.
2)
Tahap
Persuasif
Meyakinkan klien untuk mengubah
pandangannya karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Dan Konselor
juga mencoba meyakinkan, berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang
dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
3)
Tahap
Konfrontasi
Konselor mengubah ketidak logikaan berfikir
klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih logika.
4)
Tahap
Pemberian Tugas
Konselor memberi tugas kepada klien
untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya,
menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau
membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
b.
Teknik-Teknik Emotif
Teknik-teknik emotif adalah
teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang sering
digunakan ialah:
1)
Teknik
Sosiodrama
Memberi peluang mengekspresikan
berbagai perasaan yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan
sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan,
tulisan atau melalui gerakan dramatis.
2) Teknik Self
Modelling
Digunakan dengan meminta klien
berjanji dengan konselor untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia
diminta taat setia pada janjinya.
3) Teknik Assertive
Training
Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien
dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya.
c.
Teknik-Teknik Behaviouristik
Terapi Rasional
Emotif banyak
menggunakan teknik behavioristik terutama dalam hal upaya modifikasi perilaku
negatif klien, dengan mengubah akar-akar keyakinannya yang tidak rasional dan
tidak logis, beberapa teknik yang tergolong behavioristik adalah:
1)
Teknik
reinforcement
Teknik reinforcement
(penguatan), yaitu: untuk mendorong
klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan
memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik
ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai-nilai dan keyakinan yang
irasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang lebih positif.
2) Teknik social
modeling (pemodelan
sosial)
3)
Teknik
social
modeling (pemodelan
sosial), yaitu: teknik untuk membentuk perilaku-perilaku baru pada klien.
Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang
diharapkan dengan cara mutasi (meniru), mengobservasi dan menyesuaikan dirinya
dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan maslah
tertentu yang telah disiapkan konselor.
4)
Teknik
live
models
Teknik live
models (mode
kehidupan nyata), yaitu teknik yang digunakan untuk menggambar
perilaku-perilaku tertentu. Khususnya situasi-situasi interpersonal yang
kompleks dalam bentuk percakapanpercakapan sosial, interaksi dengan memecahkan
masalah-masalah.
Sumber:
Sumber:
·
prof. Dr. Singgih D. Gunarsa. 1992. Konseling dan terapi. Jakarta: PT Bpk
Gunung mulia
·
Correy, Gerald. 2003.
Teori dan praktek dari konseling dan psikoterapi. Edisi ke 4. Diterjemahkan
oleh : E. Koeswara. Bandung : Refika Aditama.
·
Fauzan, Lutfi. (2001). Pendekatan-pendekatan
Konseling Individual. Malang: Elang Mas.
https://nurukomisa.wordpress.com/2015/06/12/pendekatan-konseling-analisis-transaksional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar