Rabu, 27 April 2016

Psikoterapi: Terapi Analisis Transaksional dan Terapi Rasional Emotif




I.            Terapi Analisis Transaksional
1.      Konsep Terapi Analisis Transaksional
a.       Konsep Dasar Pandangan Tentang Sikap Manusia
Analisis Transaksional berakar dalam suatu filsafat anti deterministik yang memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang sudah ditentukan. Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya.
Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi, yang dipertukarkan adalah pesan pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan).

b.      Perwakilan Ego
Dalam diri setiap manusia, seperti dikutip Collins (1983), memiliki tiga status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orang tua (Parent= P. exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan ego anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua). Analisis transaksional menggunakan suatu sistem terapi yang berlandaskan pada teori kepribadian yang menggunakan pola perwakilan ego yang terpisah; orang tua, orang dewasa, dan anak. Menurut Corey (1988), bahwa ego orang tua adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau subtitusi orang tua. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita, maka apa yang dibayangkan adalah perasaan-perasaan orang tua kita dalam suatu situasi, atau kita merasa dan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang sama dengan perasaaan dan tindakan orang tua kita terhadap diri kita. Ego orang tua berisi perintah-perintah “harus” dan “semestinya”. Orang tua dalam diri kita bisa “orang tua pelindung” atau orang tua pengkritik”.
Ego orang dewasa adalah pengolah data dan informasi, merupakan bagian objektif dari kepribadian, juga menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi. Dia tidak emosional dan meghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan ekternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa menghasilkan pemecahan yang paling baik untuk masalah-masalah tertentu.
Selanjutnya, ego anak berisi perasaan-perasaan, dorongan dan tindakan yang bersifat spontan, “anak” yang berada dalam diri kita bisa berupa “anak alamiah,” adalah anak yang impulsif, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. Dia adalah bagian dari ego anak yang intuitif. Ada juga berupa “anak disesuiakan,” yaitu merupakan modifikasi-modifikasi yang dihasilkan oleh pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan, dan ketepatan-ketepatan tentang bagaimana caranya memperoleh perhatian.

c.       Skenario Kehidupan dan Posisi Psikologi Dasar
Skenario kehidupan adalah ajaran orang tua yang kita pelajari dan keputusan awal yang dibuat oleh kita sebagai anak, selanjutnya dipahami oleh kita sebagai orang dewasa. Kita menerima pesan-pesan dengan demikian kita belajar dan menetapkan tentang bagaimana kita pada usia dini. Pesan verbal dan non verbal orang tua, mengkomunikasikan bagaimana mereka melihat dan bagimana merasakan diri kita. Kita membuat keputusan yang memberikan andil pada pembentukan perasaaan sebagai pemenang (perasaan “OK”) atau perasaan sebagai orang yang kalah (perasaan “tidak OK”).
Hubungannya dengan konsep skenario, pesan-pesan dan perintah orang tua dan keputusan kita. Dalam hal ini, konsep analisis transaksional memiliki empat posisi dasar yaitu:
1)      Pertama, Saya OK—Kamu OK
2)      Kedua, Saya OK—Kamu Tidak OK
3)      Ketiga, Saya Tidak OK—Kamu OK
4)      Keempat, Saya Tidak OK—Kamu Tidak OK.
Masing-masing dari posisi itu berlandaskan pada keputusan yang dibuat seseorang sebagai hasil dari pengalaman masa kecil. Bila, keputusan yang telah diambil, maka umumnya dia akan bertahan pada keputusannya itu, kecuali bila ada intevensi (konselor atau kejadian tertentu) yang mengubahnya. Posisi yang sehat adalah posisi dengan perasaan sebagai pemenang atau posisi Saya OK—Kamu OK. Dalam posisi tersebut dua orang merasa seperti pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung yang terbuka. Saya OK—kamu tidak OK, adalah posisi orang yang memproyeksikan masalah-masalahnya kepada orang lain dan biasanya melimpahkan kesalahan pada orang lain, ciri pada posisi ini menunjukan sikap arogan, menjauhkan seseorang dari orang lain dan mempertahankan seseorang dari teralinasi. Saya Tidak OK—Kamu OK , adalah posisi orang yang mangalami depresi, merasa tidak kuasa dibanding dengan orang lain dan cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain daripada keinginan diri sendiri. Saya Tidak OK—Kamu Tidak OK, adalah posisi orang yang memupus semua harapan, bersikap pesimis, dan memandang hidup sebagai sesutau yang hampa.

d.      Kebutuhan Manusia Akan Belaian
Pada dasarnya setiap manusia memerlukan belaian dari orang lain, baik itu yang berlainan dalam bentuk fisik maupun emosional. Analisis transaksional memungut pandangan tentang motivasi manusia bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar berkaitan langsung dengan tingkah laku sehari-hari yang dapat diamati. Sejumlah kebutuhan dasar mencakup haus akan belainan, haus akan struktur, haus akan kesenangan dan haus akan pengakuan. Teori analisis transaksional menekankan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengadakan hubungan yang bisa dicapai dalam bentuknya yang terbaik melalui keakraban. Hubungan yg akrab berlandaskan penerimaan posisi saya OK kamu OK di kedua belah pihak. Hubungan yg akrab lazimnya bertumpu pada penerimaan cinta di mana sikap defensif menjadi tidak perlu. Memberi dan menerima adalah ungkapan kenikmatan yang spontan alih-alih respons terhadap upacara-upacara yang diprogram secara social. Keakraban adalah hbungan yang bebas dari permainan karena tujuan-tujuannya tidak tersembunyi (Harris, 1967).
Jadi salah satu cara teori analisis transaksional menjabarkan tingkah laku manusia adalah dalam kerangka penyusunan waktu yang melibatkan berbagai cara meperoleh belaian dari orang lain. Cara-cara itu berada pada suatu kontinum dari pengakuan-pengakuan yg diperoleh seseorang dari orang lain melalui upacara-upacara dan permainan-permainan, terhadap belaian-belaian yang diperoleh melalui suatu hubungan pribadi yg bermakna dan akrab.

e.       Permainan-permainan yang Kita Mainkan
Para pendukung analisis transaksional mendorong orang-orang untuk mengenali dan memahami perwakilan-perwakilan egonya. Alasannya adalah dengan mengakui ketiga perwakilan ego itu, orang-orang bisa membebaskan diri dari putusan- putusan anak yang telah usang dari pesan-pesan orang tua yg irrasional yang menyulitkan kehidupan mereka. Analisis transaksional mengajari orang bagian mana yang sebaiknya digunakan untuk membuat putusan-putusan yang penting bagi kehidupannya. Disamping itu, para tokoh analisis transaksional mengungkapkan bahwa orang-orang bisa memahami dialog internalnya antara orang tua dan anak. Mereka juga bisa mendengar dan memahami hubungan mereka dengan orang lain. Mereka bisa sadar akan kapan mereka terus terang dan kapan mereka berbohong kepada orang lain. Dengan menggunakan prinsip-prinsip analisis transaksional, orang-orang bisa sadar akan jenis belaian yang diperolehnya., dan mereka bisa mengubah respons-respons belaian dari negatif ke positif.
Analisis transaksional memandang permainan-permainan sebagai penukaran belaian-belaian yang mengakibatkan berlarutnya-larutnya perasaan-perasaan tidak enak. Permainan-permainan boleh jadi memperlihatkan keakraban. Akan tetapi, orang-orang yang terlibat dalam transaksi-transaksi memainkan permainan menciptakan jarak di antara mereka sendiri dengan mengimpersonalkan pasangannya. Transaksi itu setidaknya melibatkan dua orang yang memainkan permainan. Transaksi permainan akan batal jika salah seorang menjadi sadar bahwa dirinya berada dalam permainan dan kemudian memutusakan untuk tidak lagi memainkannya.
Segitiga drama Karpman bisa digunakan untuk membantu orang-orang untuk memahami permainan-permainan. Pada segitiga terdapat seorang penuntut, seorang penyelamat, dan seorang korban.

2.      Tujuan Terapi Analisis Transaksional
      Terapi analisis transaksional sebenarnya ber­tujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-­siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan). Berne menegaskan bahwa tujuan bukanlah mendapatkan suatu wawasan, melainkan penyembuhan. Beberapa terapis menyamakan penyembuhan dengan penyelesaian kontrak perawatan antara klien dan terapis. Namun Berne sendiri tidak melihat penyembuhan sebagai peristiwa tunggal, namun progresif yang berlangsung dalam empat tahap, yaitu:
·         Kontrol sosial
Pada tahap ini klien mungkin masih merasakan ketidaknyamanan dan kesulitan sehingga ia datang ke terapis, namun ia telah bisa mengendalikan perilaku disfungsional dalam interaksinya dengan orang lain.
·         Penyembuhan gejala
Pada tahap ini klien bisa mengalami kelegaan ketidaknyamanan subjektif seperti kecemasan, depresi atau kebingungan.
·         Penyembuhan transferensi
Pada tahap ini klien sudah mulai bisa meninggalkan proses terapi, namun masih terkait dengan terapisnya.
·         Penyembuhan naskah
Pada tahap ini klien dinilai sudah berubah secara substansial dan permanen dan tak lagi mengandalkan pola-pola terapi dan masuk ke dalam pikiran, perasaan, dan perilaku.
Eric Berne juga mengajukan gagasan bahwa tujuan perubahan pribadi adalah otonomi. Maksudnya, diharapkan dengan terapi ini klien menjadi mandiri, dapat mengimplikasikan kemampuan untuk memecahkan problem dengan menggunakan sumber daya diri sendiri secara utuh untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam merespons realitas yang ada. Komponen-komponen otonomi adalah sebagai berikut;
·         Kesadaran artinya kemampuan untuk mengalami berbagai hal
·         Spontanitas artinya kemampuan untuk hidup dengan bebas, berdasarkan pilihan keadaan ego.
·         Kedekatan dengan orang lain, dalam pandangan analisis transaksional artinya ekspresi terbuka terkait keinginan, perasaan, dan kebutuhan tanpa berpura-pura atau memanipulasi.
 Menurut Corey, tujuan dasar dari analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasaranya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatsai oleh putusan dini mengenai posisi hidupnya.
Menurut Lutfi Fauzan, tujuan terapi analisis transaksional dapat dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.
1.      Tujuan umum terapi analisis transaksional, ialah membantu individu mencapai otonomi. Individu dikatakan mencapai otonomi bilamana ia memliki Kesadaran, Spontanitas, Keakraban.
2.      Tujuan khusus terapi analisis transaksional, yaitu sebagai berikut;
·         Terapis membantu klien membebankan Status Ego Dewasanya dari kontaminasi dan pengaruh negatif Status Ego Anak dan Status Ego Orang tua.
·         Terapis membantu klien menetapkan kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan terlepas dari perintah-perintah orang tua.
·         Terapis membantu klien untuk menggunakan semua status egonya secara tepat.
·         Terapis membantu klien untuk mengubah keputusan-keputusan yang mengarah pada posisi kehidupan “orang kalah”.
3.      Fungsi Terapi Analisis Transaksional
Menurut Lutfi Fauzan (1994:70) Peran konselor adalah sebagai guru, pelatih dan penyelamat dengan terlibat secara penuh dengan konseli. Konselor berperan sebagai guru yang menjelaskan teknik-teknik seperti analisis struktural, analisis transaksional, naskah hidup, dan analisis game.
Di dalam analisis transaksional konselor berperan sebagai : membantu klien menemukan kemampuan diri untuk berubah dengan membuat keputusan saat sekarang., membantu klien memperoleh alat yang digunakan untuk mencapai perubahan, mendorong dan mengajar klien mendasarkan diri pada SED-nya sendiri dari pada SED konselor, menciptakan lingkungan yang memungkinkan klien dapat membuat keputusan-keputusan baru dalam hidupnya dan keluar dari rencana kehidupan yang menghambat perkembangannya.
4.      Teknik Terapi Analisis Transaksional
a.       Analisis Struktural
Analisis structural adalah alat yang bisa membantu klien agar menjadi sadar atas isi dan fungsi Ego Orang Tua, Ego Orang Dewasa dan Ego Anaknya. Klien belajar mengenali ketiga perwakilan ego-nya dan menemukan perwakilan ego yang menjadi landasan tingkah lakunya. Analisis structural membantu klien dalam mengubah pola-pola yang dirasa menghambat. Dua tipe masalah yang berkaitan dengan struktur kepribadian bisa diselidiki melalui analisis structural: pencemaran dan penyisihan. Pencemaran terjadi apabila isi perwakilan ego yang satu bercampur dengan isi perwakilan ego yang lainnya. Penyisihan terdapat ketika ego yang satu tersisih dan merintangi ego yang lainnya – yakni apabila garis-garis batas ego yang kaku tidak memungkinkan gerakan bebas.
b.      Metode-metode Didaktik
Analisis Transaksional menekankan domain kognitif,  prosedur-prosedur belajar mengajar menjadi prosedur-prosedur dasar bagi Analisis Transaksional. Para anggota kelompok-kelompok Transaksional diharapkan mengenal analisis structural dengan mengetahui landasan-landasan perwakilan ego. Seringkali dianjurkan beberapa buku, mengikuti konferensi-konferensi dan pendidikan-pendidikan yang berkaitan dengan Analisis Transaksional.
c.       Analisis Transaksional
Analisis transaksional pada dasarnya adalah suatu penjabaran atas apa yang dilakukan dan dikatakan oleh orang-orang terhadap satu sama lain. Apapun yang terjadi di antara orang-orang melibatkan suatu transaksi di antara perwakilan-perwakilan ego mereka. Ada tiga tipe transaksi: komplementer (seseorang memperoleh respon yang diperkirakan diberikan perwakilan ego orang lain), menyilang (respon yang diterima tidak diharapkan diberikan pada suatu pesan), dan terselubung ( transaksi yang kompleks, lebih dari satu perwakilan ego terlibat serta adanya pesan terrselubung pada orang lain).
d.      Kursi Kosong
Klien diminta untuk membayangkan bahwa seseorang sedang duduk di sebuah kursi dan sedang berdialog. Prosedur ini member kesempatan pada klien untuk menyatakan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan sikap-sikapnya selama dia menjalankan peran-peran perwakilan-perwakilan ego-nya. Teknik kursi kosong dapat digunakan oleh orang-orang yang mengalami konflik-konflik internal yang hebat guna memperoleh fokus yang lebih tajam dan pegangan yang kongkret bagi upaya pemecahan.
e.       Permainan Peran
Dalam terapi kelompok, seseorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya, dan ia berbicara kepada anggota tersebut. Bentuk permainan lainnya adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari perwakilan ego yang konstan, atau permainan tertentu lainnya agar memungkinkan klien memperoleh umpan balik tentang tingkah laku sekarang dalam kelompok.
f.       Percontohan Keluarga
Klien diminta untuk membayangkan suatu adegan yang melibatkan banyak orang dalam kenangan masa lalu termasuk diri klien. Klien menjadi sutradara, produser, sekaligus aktor, menempatkan anggota kelompok dan dirinya pada situasi yang dibayangkan. Diskusi, tindakan dan evaluasi dilakukan untuk mempertajam kesadaran pada suatu situasi yang spesifik dan makna-makna pribadi yang masih berlaku.
g.      Analisis Upacara, Hiburan, dan Permainan
Penyusunan waktu adalah bahan yang penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena ia merefleksikan putusan-putusan tentang bagaimana menjalani transaksi dengan orang lain dan memperoleh belaian. Orang yang menyusun waktunya terutama dengan upacara-upacara dan hiburan-hiburan boleh jadi mengalami kekurangan belaian dan karenanya dia kekurangan keakraban dalam transaksinya dengan orang lain.
h.      Analisis Permainan dan Ketegangan
Analisis permainan-permainan dan ketegangan-ketegangan adalah suatu aspek yang penting  bagi pemahaman sifat transaksi-transaksi dengan orang lain. Hasil dari kebanyakan permaian adalah perasaan tidak enak yang dalami oleh pemain. Penting bagi terapis untuk mengamati dan memahami mengapa permainan-permainan yang dimainkan, apa hasil permainan-permainan itu, belaian-belaian apa yang diterima, dan bagaimana permainan-permainan itu membuat jarak dan menghambat keakraban. Belajar untuk memahami ‘penipuan’ oleh seseorang dan bagaiman kaitan penipuan itu dengan permainan-permainan, putusan-putusan dan skenario-skenario kehidupan adalah suatu proses yang penting dalam terapi Analisis Transaksional.
i.        Analisis Skenario
Analisis scenario adalah bagian dari proses terapi yang memungkinkan pola hidup yang diikuti oleh individu bisa dikenali. Analisis scenario membuka alternative-alternatif baru yang menjadikan orang bisa memilih sehingga dia tidak lagi merasa dipaksa memainkan permainan-permainan mengumpulkan perasaan-perasaan untuk membenarkan tindakan tertentu yang dilaksanakan menurut plot scenario. Analisis scenario bisa dilaksanakan dengan menggunakan suatu daftar scenario yang berisi item-item yang berkaitan dengan posisi-posisi hidup, penipuan-penipuan, permainan-permainan – yang semuanya merupakan komponen-komponen fungsional utama pada scenario kehidupan individu.
Menurut Corey secara umum teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam terapi analisis transaksional, yaitu:
a.       Permission (pemberian kesempatan), dalam proses terapi, pemberian kesempatan ini diberikan kepada kilen agar dapat;
·         menggunakan waktunya secara efektif tanpa melakukan ritual pengunduran diri
·         mengalami semua status ego yang biasanya dilakukan dengan mendorong klin menggunakan kemampuan Status Ego Dewasa untuk menikmati kehidupan
·         tidak memainkan permainan dengan cara tidak membiarkan klien memainkannya.
b.      Protection (proteksi), klien mungkin akan merasa ketakutan setelah ia menerima kesempatan untuk menghentikan perintah-perintah orang tua dan menggunakan Status Ego Dewasa dan Status Ego Anak.
c.       Potency (potensi), maksudnya seorang terapis tahu apa yang akan dilakukan dan kapan melakukannya. Oleh karena itu kemampuan terapis terletak pada keahliannya, sehingga keterampilan tersebut efektif secara optimal.
Menurut Berne ada beberapa teknik khusus yang dapat dipakai dalam proses terapi, yaitu : interogasi, spesifikasi, konfrontasi, eksplanasi, illustrasi, konfirmasi, interprestasi, kristalisasi.

II.            Terapi Rasional Emotif
1.      Konsep Terapi Rasional Emotif
Terapi rasional emotif yang diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Albert Ellis yang lahir pada tanggal 27 september 1913 di Pittsburgh, Pennysylvania, yang kemudian dibesarkan di new york. Ia menjadi pengarang dengan status bebas, dan banyak menulis buku maupuna rtikel, terutama mengenai seksualitas, disamping pernah pula sebagai manager personalia. Ia juga bekerja sebagai psikolog klinis di new jersey state diagnostic center, setahun kemudian dia menggabungkan diri dengan new jersey departement of institutions and angencies di trenton. Bersamaan dengan jabatannya, sejak tahun 1943 mengkhusukan diri pada psikoterapi dan konseling perkawinan. Ellis termasuk ke dalam tokoh yang mepelopori seks terapi. Ia juga seorang psikoanalisis, dia mendapati bahwa teori psikoanalasis yang dipelopori oleh Freud tidak mendalam dan satu bentuk pemulihan yang tidaks aintifik. Pada awal tahun 1955, beliau telah menggabungkan terapi-terapi kemanusiaan, fisolofikal dan tingkah laku dan dikenali sebagai teoriemosi-rasional (RET/ Rational Emotive Therapy). Semenjak itu beliau terkenal sebagai bapak kepada teori RET dan salah satu tokoh teori tingkah laku kognitif.
          Terapi rasional emotif menurut Ellis mendasarkan pada konsep bahwa berpikir dan berperasaan saling berkaitan, namun dalam pendekatannya lebih menitik beratkan pada  pikiran daripada ekpresi emosi seseorang terapi ini menekankan bahwa manusia adalah manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan irasional. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Terapi ini memberikan bantuan kepada klien untuk menantang dan memperbaiki keyakinan-keyakinan irasional yang dianggap menimbulkan kesulitan-kesulitan emosional dan behavioral. Untuk memahami lebih lanjut pada terapi rasional emotif terapi dikenal 2 konsep utama yang mendasari yaitu:
a.       Teori kepribadian
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis: ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilarini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
1)      Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
2)      Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diriindividu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atauiB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
3)      Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.

b.      Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah:
1)      Tidak dapat dibuktikan
2)      Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
3)      Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
1)      Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyataan dan imajinasi.
2)      Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain.
3)      Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator sebab keyakinan irasional adalah:
§  Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.
§  Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum.
§  Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.
§  Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu daripada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya.
§  Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut.
§  Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang.
§  Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural.
Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu
Keyakinan irrasional tersebut merupakan reaksi emosional pada individu. Dalam pandangan Ellis, keyakinan yang rasional berakibat pada perilaku dan reaksi individu yang tepat, sedangkan keyakinan irrasional berakibat pada reaksi emosional dan perilaku yang salah.
2.      Tujuan Terapi Rasional Emotif
Berangkat dari pandangannya tentang hakikat manusia tujuan konseling menurut Ellis pada dasarnya membentuk pribadi yang rasional, dengan jalan mengganti cara-cara berpikir irrasional. Dalam pandangan Ellis, cara berpikir irrasional itulah yang menjadi individu mengalami gangguan emosional dan karena itu cara-cara berpikirnya harus diubah menjadi yang lebih tepat yaitu cara berpikir yang rasional. Mengemukakan secara tegas pengertian tersebut mencakup minimal pandangan yang mengalahkan diri (self-defeating) dan mencapai kehidupan yang lebih realistik, falsafah hidup yang toleran, termasuk didalamnya dapat mencapai keadaan yang dapat mengarahkan diri, menghargai diri, fleksibel, berpikir ilmiah, dan menerima diri. Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu maka perlu pemahaman konseli tentang sistem keyakinan atau cara berpikir sendiri. Ada tiga tingkatan insight yang perlu dicapai dalam RET, yaitu:
a.       Pemahaman (insight) dicapai ketika konseli memahami tentang perilaku penolakan diri yang dihubungkan pada penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima yang lalu dan saat ini.
b.      Pemahaman terjadi ketika konselor/terapis membantu konseli untuk memahami bahwa apa yang mengganggu konseli pada saat ini adalah karena keyakinan yang irrasional terus dipelajari dan yang diperoleh sebelumnya.
c.       Pemahaman yang dicapai pada saat konselor membantu konseli untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan “melawan” keyakinan yang irrasional.
3.      Peran dan Fungsi Terapis atau Konselor Terapi Rasional Emotif
Peran terapis atau konselor Rational Emotive Theraphy adalah untuk mengetahui sebab-sebab yang melatar belakangi permasalahan klien. Terapis atau konselor meneliti latar belakang permasalahan klien melaui serangkaian wawancara dan informasi dari sejumlah sumber data.
Terapis atau konselor disini fungsinya adalah sebagai fasilitator, pembimbing, dan pendamping klien. Dalam perannya membantu klien mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapinya, sehingga klien dapat secara sadar dan mandiri mengembangkan atau meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya.
4.      Teknik Terapi Rasional Emotif
Rational Emotive Behavior Therapy menggunakan berbagi teknik yang bersifat kognitif, afektif, behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Teknik-teknik Rational Emotive Behavior Therapy sebagai berikut:
a.       Teknik-Teknik Kognitif
Adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketut menerangkan ada empat tahap dalam teknik-teknik kognitif:
1)      Tahap Pengajaran
Dalam REBT, konselor mengambil peranan lebih aktif dari pelajar. Tahap ini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidak logikaan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
2)      Tahap Persuasif
Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Dan Konselor juga mencoba meyakinkan, berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
3)      Tahap Konfrontasi
Konselor mengubah ketidak logikaan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih logika.
4)      Tahap Pemberian Tugas
Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
b.      Teknik-Teknik Emotif
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang sering digunakan ialah:
1)      Teknik Sosiodrama
Memberi peluang mengekspresikan berbagai perasaan yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan dramatis.
2)      Teknik Self Modelling
Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada janjinya.
3)      Teknik Assertive Training
Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya.
c.       Teknik-Teknik Behaviouristik
Terapi Rasional Emotif banyak menggunakan teknik behavioristik terutama dalam hal upaya modifikasi perilaku negatif klien, dengan mengubah akar-akar keyakinannya yang tidak rasional dan tidak logis, beberapa teknik yang tergolong behavioristik adalah:
1)      Teknik reinforcement
Teknik reinforcement (penguatan), yaitu: untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai-nilai dan keyakinan yang irasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang lebih positif.
2)      Teknik social modeling (pemodelan sosial)
3)      Teknik social modeling (pemodelan sosial), yaitu: teknik untuk membentuk perilaku-perilaku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara mutasi (meniru), mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan maslah tertentu yang telah disiapkan konselor.
4)      Teknik live models
Teknik live models (mode kehidupan nyata), yaitu teknik yang digunakan untuk menggambar perilaku-perilaku tertentu. Khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapanpercakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.

Sumber:
·         YustinusSemiun, ovm. 2006. Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kansius.
·         prof. Dr. Singgih D. Gunarsa. 1992. Konseling dan terapi. Jakarta: PT Bpk Gunung mulia
·         Correy, Gerald. 2003. Teori dan praktek dari konseling dan psikoterapi. Edisi ke 4. Diterjemahkan oleh : E. Koeswara. Bandung : Refika Aditama.
·         Fauzan, Lutfi. (2001). Pendekatan-pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang Mas.
https://nurukomisa.wordpress.com/2015/06/12/pendekatan-konseling-analisis-transaksional/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar